Opini  

Antara Nasab dan Kemuliaan

ipnuippnu

Pena Pelajar NU- Persoalan nasab akhir-akhir ini menjadi hangat diperbincangkan diberbagai kalangan, khususnya dimedia sosial. Hal tersebut bermula dari seorang kiai yang melakukan kajian nasab dari klan Ba ​​Alwi, masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Habib. Umumnya seorang Habib sangat dikenal sebagai keturunan Rasulullah SAW selama bertahun-tahun, khususnya di belahan bumi Indonesia.

Menyoroti hasil kajian yang dilakukan Kiai Imaduddiin Banten, memuat kesimpulan ilmu atau dalam bahasa ilmiahnya disebut sebagai tesis. Ia menyatakan bahwa klan Ba ​​Alwi atau Habib terputus nasabnya kepada Rasulullah SAW. Pernyataan tersebut mengundang pro dan kontra diberbagai kalangan, khususnya dikalangan Nahdlatul Ulama. Sebab, kalangan NU sangatlah kental dengan tradisi memuliakan keturunan Rasulullah SAW.

Belakangan ini banyak oknum yang menyatakan dirinya sebagai Habib dan menjelaskan dirinya sebagai keturunan Rasulullah SAW. Oleh karena itu dengan mudah mereka mendapat penghormatan dan dimuliakan secara berlebihan oleh kalangan bawah. Sehingga terdapat pernyataan bahwa “satu habib bodoh lebih mulia dari pada tujuh puluh kiai yang alim”.

Satu hal yang perlu di garis bawahi bahwa kekayaan sejati diperoleh melalui ketakwaannya bukan karena keturunannya. Menukil hadis nabi “Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek nenek moyangmu juga satu, kamu semua berasal dari Adam. sedangkan Adam berasal dari tanah.” (HR.Ahmad, 23536).

Dalam hadis lain, manusia dimuliakan bukan karena nasab.

“Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek nenekmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah (puith) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan taqwanya”. (HR.Ahmad, 22978).

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua manusia setara. Tidak ada yang diistimewakan dari keturunan siapa atau dari golongan mana. Namun, yang menjadi perbedaan kemuliaan antara semua manusia adalah tingkat ketakwaannya. Seperti apa yang disampaikan oleh Kiai Miftachul Akhyar Rois Aam PBNU pada saat Haul Muassis NU yang siarkan melalui Channel YouTube TVNU.

“Nahdlatul Ulama memuliakan seseorang bukan karena nasab sebetulnya, nasab itu hanya sebagai tanda atau lambangnya, akan tetapi karena keilmuannya dan ketakwaannya”.

Oleh karena itu, sebagai pemuda NU harus mengingat kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Aswaja. Antara lain Tawassuth, Tawazun, Tasamuh, sehingga dapat hidup dengan normal sebagaimana mestinya. Dengan demikian tidak membabi buta dalam memuliakan seseorang secara berlebihan.

Di lingkungan Nahdlatul Ulama sejak dulu mengajarkan menghormati siapapun, bahkan pada orang non muslim sekalipun, terutama kepada orang yang alim dan takwa. Namun, tidak membabi buta dan berlebihan, apalagi sampai seolah-olah akan menuhankan. Kalaupun harus berbicara soal nasab atau keturunan, semua manusia adalah keturunan nabi, yakni nabi Adam AS.

Pewarta : Khoirul Umam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *