Pena Pelajar NU- Sering mendapat pernyataan sekaligus pertanyaan tentang bagaimana konsep perempuan mandiri (women independen) dalam perspektif Islam? Atau sekelas pernyataan juga diperoleh bahwa perempuan itu sekolah atau pendidikannya enggak usah tinggi-tinggi, yang penting tahu bab najis dan bersuci (fiqih dasar). Alot, kecendrungan-kecendrungan semacam di atas masih saja membumbui para pemudi masa kini, khususnya di lingkup desa. Tak terkecuali mereka yang lahir dengan sedikitnya motivasi (support) dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga.
Sejauh konsep Islam dalam teori pendidikan akan laki-laki dan perempuan tidak ada pembeda, dalam artian khotbah Thalabul Ilmi itu mewajibkan kepada semua umat muslim (laki-laki dan perempuan). Demikian pandangan Ning Fatimatus Zahra (Imaz) salah satu pendakwah perempuan asal Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Signifikansi perempuan mandiri bukan ia (perempuan) yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun, dengan kriteria sifat pekerja keras, disiplin, tegas dan tidak menggantungkan segala kebutuhannya kepada orang lain.
Menurutnya (Ning Imaz) independen women yakni perempuan mandiri dalam pandangan Islam adalah ia yang memiliki kemandirian dari segi mental dan moral. Sehingga menyadarkan diri perempuan untuk tidak akan menggantungkan eksistensinya pada orang lain, dalam artian no respon terhadap definisi-definisi atau batasan yang dikemukakan orang lain terhadapnya.
Baca Juga: Puasa Tidak Melulu Soal Tahan Makan Dan Minum
Dalam sebuah kutipan yang dilansir dari halaman Nu Online Jatim (22/09/22), menjelaskan bahwa perempuan mandiri adalah; “Dia memiliki ilmu, prinsip, sikap yang jelas, memiliki keberanian dan juga memiliki kejujuran. Sehingga apapun yang dilakukan itu berdasarkan atas apa yang dipelajari dan atas prinsip yang dipegang teguh.”
Sehingga kalimat di atas mempertegas pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Perempuan jelas bukan makhluk yang otonom, keberadaan manusia pribumi sekalipun hewani tercipta sebagai makhluk yang saling melengkapi. Itu mengartikan perempuan Mandiri bukan ia yang bisa dalam segala hal, akan tetapi perempuan mandiri cenderung tidak ingin merepotkan orang lain. Hal itu berangkat dari banyaknya kebutuhan-kebutuhan perempuan yang mungkin melebihi daripada kaum laki-laki.
Memiliki pendidikan yang mumpuni tidak hanya dikategorikan pada ruang akademisi, melainkan dapat diperoleh dari buku atau kajian-kajian pustaka lainnya, bahkan lebih mendominasi terhadap pemerolehan dari pengalaman hidup, terpenting ikhtiar mendidik diri agar sholihah secara spritual maupun sosial.
Oleh: Suliha (Lie)