Tirakat Nyai Sholihah Dengan Butiran Beras Berisikan Shalawat

ipnuippnu
Foto diambil dari http://kutub.id

Pena Pelajar NU- Nyai Sholihah, merupakan sosok seorang ibu dari ulama besar KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Ia lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 11 Oktober 1922. Ibunya, Noer Khodijah, merupakan keturunan ulama besar dari pondok pesantren di Tambakberas.

Adapun ayahnya, KH. Bisri Syamsuri, adalah ulama dari pesantren di Lasem. Nyai Sholihah termasuk wanita yang telah menghabiskan masa kecil hingga remajanya di lingkungan pesantren Denanyar.

Tumbuh dengan nilai-nilai keislaman ternyata tidak mengekang kepribadian serta pola pikir Nyai Sholihah menjadi pribadi yang kolot. Sebaliknya, ia merupakan figur yang progresif, diranah sosial Nyai Sholihah merupakan sosok penting di balik eksistensi Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).

Sebagai seorang ibu, memimpikan seorang anak yang alim, sholih dan ahli ibadah itu wajib, namun hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan. Setiap doa butuh usaha, setiap usaha butuh pengorbanan dan kendati dibalik itu semua ada tirakat yang harus di istiqomahkan.

Banyak konsep tirakat yang telah dianjurkan oleh para ulama kepada para orang tua jika menginginkan anak yang alim, sholih dan ahli ibadah. Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan mengajarkan orang tua untuk nirakati anak dengan memberikan harta yang halal, dan puasa pada saat hari kelahiran anak.

Sedangkan KH Arwani Amin memberikan amalan surat al-Furqan ayat 74 yang dibaca tiga kali setelah shalat supaya Allah memberikan anak yang nurut, ahli Quran, dan berakhlak mulia.

Namun hal tersebut berbeda lagi dengan Nyai Sholihah, istri KH Wahid Hasyim dalam nirakati anaknya; KH Abdurrahman Wahid. Setiap Malam, tirakat yang Nyai Sholihah lakukan adalah memilih dan memilah butir-butir beras terbaik sembari melantunkan shalawat pada setiap butir beras yang dipilih. Beliau memilah butir beras tersebut hingga sekiranya cukup untuk dimasak pada hari itu. Hal tersebut dilakukan oleh beliau selama bertahun-tahun, hingga menumbuhkan pribadi Gus Dur yang kita ketahui saat ini.

Usai butir-butir yang mengandung shalawat tersebut dimasak, beliau tidak akan mengizinkan siapapun untuk menyentuh nasi tersebut kecuali untuk tiga orang, yaitu Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari (ayah mertua), KH Wahid Hasyim (suami), dan anak sulungnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Dari nasi yang mengandung shalawat itulah Nyai Sholihah menirakati Gus Dur hingga bertahun-tahun, sampai beliau menjadi sosok jenius secara personal, sosial, dan spiritual.

Penulis : Lie

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *