Pena Pelajar NU- Menurut beberapa sumber, Sunan Cendana dengan nama asli Syekh Zainal Abidin merupakan keturunan atau cucu dari Sunan Ampel (Raden Ali Rahmatullah), dan merupakan keturunan ke 25 dari Nabi Muhammad SAW. Nama Sunan Cendana merupakan nama panggilan atau julukan yang diberikan oleh masyarakat kepada Syekh Zainal Abidin. Hal tersebut berangkat dari kebiasaan beliau yang sering bertapa di pohon Cendana. Sunan Cendana adalah sosok Waliyullah yang mendapat perintah dari Sunan Ampel untuk mensyiarkan agama Islam di Pulau Madura
Sunan Cendana pada mulanya berasal dari Mataram, dalam sejarah kuna, Syekh Zainal Abidin pernah diangkat sebagai penasehat atau Senopati Mataram dan diminta bantuannya oleh Sunan Amangkurat Mataram untuk mengatasi pemberontakan Blambangan. Usai mendapat mandat dari Sultan Amangkurat I untuk menumpas pemberontakan di Blambangan ia mendapat gelar PANGERAN PURNO JOYO atau PRONOJOYO atas keberhasilannya. Di perkirakan beliau menututi masa pemerintahan Cakraningrat 1 Raden Praseno (1624 – 1648)
Kiprahnya dalam mensyiarkan ajaran Islam di tanah Madura sangat besar dan masyhur di mana-mana, konon ketika beliau berpindah ke Sampang (salah satu kabupaten di Madura) beliau dipanggil kembali oleh panembahan Cakraningrat I untuk pulang ke Bangkalan, agar menjadi “Jhimat” nya kabupaten Bangkalan. Di samping itu beliau memiliki 7 putra putri dari dari 3 istrinya yang tersebar keberbagai wilayah di Madura melanjutkan syiarnya.
Kemasyhuran Sunan Cendana menjadikan pesareannya di Desa Ketetang Kwanyar Bangkalan dijadikan wisata religi yang hampir tidak pernah sepi dari peziarah, baik dari Madura ataupun Jawa. Namun fasilitas yang tersedia di area wisata religi Sunan Cendana masih sangat kurang, seperti halnya lahan parkir, kamar mandi dan toilet serta tempat peristirahatan.
Banyak harapan dari masyarakat kepada pemerintah daerah atau dinas terkait untuk melakukan pemugaran terhadap wisata religi Sunan Cendana. Sebab kenyamanan dan keamanan mempengaruhi minat wisatawan Untuk berkunjung ketempat wisata.
Oleh: Fathul Qorib || Editor: Lie