Pena Pelajar NU-Pimpinan Komisariat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) SMP-SMK Al-Baisuny sukses melaksanakan kegiatan DUSTA (Diskusi Antara Anggota) dengan tema “Menciptakan Jiwa Kepemimpinan yang Kreatif dan Inovatif”. Acara ini berlangsung di Aula SMK Al-Baisuny, Tlokoh, Kokop, Bangkalan, pada Jumat (15/11/2024).
Kegiatan ini dihadiri oleh anggota PK IPNU dan IPPNU SMP-SMK Al-Baisuny yang tampak antusias mengikuti kajian. Acara ini menghadirkan narasumber Rekan Mustakim, pembina PK IPNU-IPPNU SMK Al-Baysuni sekaligus Ketua PAC IPNU Kecamatan Kokop.
Dalam sesi diskusi, Mustakim membahas konsep dasar kepemimpinan yang mencakup pengertian pemimpin, pimpinan, dan kepemimpinan itu sendiri.
“Ketika kita membicarakan kepemimpinan, terdapat tiga konsep penting: pemimpin, pimpinan, dan kepemimpinan,” jelasnya. Ia melanjutkan bahwa pimpinan adalah jabatan formal yang memiliki otoritas untuk mengarahkan dan mengelola organisasi, sementara kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi orang lain tanpa bergantung pada posisi formal. Adapun pemimpin adalah individu yang menjalankan peran tersebut, baik dalam organisasi maupun lingkungan yang lebih kecil seperti keluarga.
Mustakim menegaskan bahwa seorang pemimpin tidak hanya harus memahami perannya tetapi juga harus mampu menggerakkan anggota organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
“Pemimpin adalah ujung tombak organisasi. Ketika seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan untuk menggerakkan anggota, organisasi tersebut akan kehilangan arah dan tujuan,” ungkapnya.
Dalam kajian ini, Mustakim juga membahas berbagai gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan karismatik, serta konsep laissez-faire.
Ia menjelaskan bahwa gaya otoriter biasanya memusatkan keputusan pada pemimpin, tanpa melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan. “Gaya otoriter dapat mengakibatkan anggota merasa kurang dihargai dan kehilangan semangat inovasi, karena semua keputusan tergantung pada pemimpin,” katanya.
Sebaliknya, gaya demokratis lebih menekankan pada kolaborasi dan penghargaan terhadap anggota organisasi. “Kepemimpinan demokratis memberi ruang bagi anggota untuk berkontribusi, sehingga mereka merasa dihargai dan memiliki peran penting dalam organisasi,” tambahnya.
Mustakim juga menjelaskan bahwa gaya karismatik cenderung melibatkan kemampuan pemimpin untuk memengaruhi anggota melalui komunikasi yang baik dan kepribadian yang kuat, meskipun terkadang terlalu bergantung pada figur pemimpin itu sendiri.
Selain itu, ia menjelaskan tentang gaya laissez-faire, di mana pemimpin memberikan kebebasan penuh kepada anggota untuk mengambil keputusan. “Dalam gaya ini, anggota diberi keleluasaan untuk berkreasi, tetapi tetap perlu diimbangi dengan bimbingan agar organisasi tetap berjalan efektif,” jelasnya.
Menutup pemaparannya, Mustakim menegaskan bahwa seorang pemimpin sejati tidak hanya mampu memengaruhi orang lain, tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan dirinya sendiri.
“Pemimpin yang sesungguhnya adalah dia yang mampu mengelola dirinya, menjaga sikap, dan memberikan teladan baik kepada orang lain,” pungkasnya.
Pewarta : Nur Aini | Editor : Mustakim_alby