Pena Pelajar NU- 30 September menjadi tanggal penting bangsa Indonesia, tercatat pada tanggal 30 September Indonesia mengalami peristiwa kelam yang disebut G30S PKI, sebuah sejarah pahit yang menimpa pemerintah dan bangsa Indonesia. Aksi G30S PKI terjadi pada tahun 1965 tepatnya tanggal 30 September pada malam hingga dini hari dan masuk ke 1 Oktober, yang merupakan aksi propaganda dengan tujuan untuk menggulingkan kekuasaan presiden Soekarno saat itu. Serta keinginan untuk mengubah dasar negara dari Pancasila menjadi komunis.
Gerakan tersebut dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit (DN Aidit) yang saat itu adalah ketua dari PKI (Partai Komunis Indonesia). Dalam catatan sejarah, Partai Komunis Indonesia (PKI) disebut sebagai dalang dari pemberontakan tersebut. Partai ini didirikan oleh para tokoh komunis Indonesia pada tanggal 23 Mei 1920.
G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno. Hal lain yang menyebabkan mencuatnya gerakan ini adalah ketidakharmonisan antara hubungan anggota TNI dan PKI. Sehingga menimbulkan pertentangan diantara keduanya. Selain itu, desas-desus Kesehatan Presiden Soekarno juga turut menjadi latar belakang pemberontakan G30S PKI.
Peristiwa tersebut mengkibatkan enam jenderal perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI, antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan.
Mereka diculik oleh para prajurit TNI binaan PKI di kediamannya masing-masing. Tiga jenderal dibunuh di tempat dalam penyergapan, lalu mayatnya diseret dan dinaikkan ke atas truk. Sementara sisanya diseret kemudian disiksa dan dibantai hingga tewas di lubang buaya.
Dalam peristiwa tersebut Jenderal A.H Nasution juga menjadi sasaran utama G30S PKI, tapi ia berhasil menyelamatkan diri. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Nasution yang saat itu berusia 5 tahun ikut menjadi korban penyerangan, dia tewas akibat terkena tembakan.
Ajudan Jenderal A.H Nasution, Lettu Pierre Andreas Tendean juga gugur dalam peristiwa tersebut. Keenam jenderal yang disebutkan di atas dan juga Lettu Pierre Tendean kini ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi. Sejak diresmikannya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar tersebut sudah diakui sebagai Pahlawan Nasional.
Tempat yang menjadi lokasi pembantaian para jenderal TNI dikenal dengan sebutan Lubang Buaya. Di lokasi tersebut didirikan Monumen Pancasila Sakti yang di dalamnya terdapat jejak sejarah peristiwa pemberontakan G30S PKI.
Oleh: Lie (tim redaksi Pena Pelajar NU)